Pendapatan Negara di Kaltim Turun, Belanja Negara dan TKD Melambung
Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) menunjukkan adanya kontraksi pada pendapatan negara sebesar 12,36% (year-on-year/YoY) hingga 31 Juli 2024. Dari data yang tercatat, negara hanya berhasil mengumpulkan Rp20,77 triliun atau 43,65% dari target yang telah ditetapkan untuk Kaltim. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Kalimantan Timur, yaitu Syaibani, mengungkapkan bahwa penurunan harga komoditas utama seperti batu bara dan minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) menjadi faktor utama yang memengaruhi penurunan penerimaan perpajakan. Akibatnya, realisasi penerimaan perpajakan hanya mencapai Rp18,85 triliun atau 41,14% dari target yang telah ditetapkan, mengalami penurunan sebesar 16,19% (YoY).
Meskipun demikian, dalam situasi yang menantang ini, penerimaan Pajak Negara Bukan Pajak (PNBP) justru mencatat pertumbuhan yang signifikan, mencapai Rp1,92 triliun atau 109,22% dari target yang telah ditetapkan. “Peningkatan ini terutama didorong oleh kenaikan pendapatan dari jasa kepelabuhan dan layanan pendidikan,” ujar Syaibani dalam keterangan resmi yang dikutip pada Kamis (29/8/2024).
Sementara itu, realisasi belanja negara di Kaltim hingga akhir Juli 2024 mencapai Rp36,22 triliun, atau 39,12% dari pagu dengan pertumbuhan yang signifikan sebesar 54,11% (YoY). Peningkatan ini sebagian besar disebabkan oleh lonjakan belanja modal yang terkait dengan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN). Syaibani juga menyebutkan bahwa belanja Barang dan Jasa juga mengalami peningkatan yang cukup mencolok, terutama dalam mendukung pelaksanaan pemilu serentak 2024, program pendidikan tinggi, serta pembangunan infrastruktur konektivitas di wilayah tersebut.
Selain itu, realisasi Transfer ke Daerah (TKD) hingga 31 Juli 2024 mencapai Rp18,69 triliun atau 47,92 persen dari pagu, dengan pertumbuhan sebesar 23,89% yoy. Kenaikan ini terutama disebabkan oleh peningkatan Dana Bagi Hasil (DBH) yang melonjak hingga 35,45 persen, didorong oleh kenaikan realisasi DBH Sumber Daya Alam (SDA) Minerba. Transfer ke daerah yang lebih besar menjadi angin segar bagi pemerintah daerah dalam memperkuat kapasitas fiskal untuk mendanai berbagai program pembangunan.
Dengan demikian, meskipun terjadi kontraksi pada pendapatan negara di Provinsi Kalimantan Timur, terdapat beberapa aspek positif yang dapat diambil sebagai pembelajaran. Semua pihak perlu terus bekerja sama dan berkolaborasi untuk meningkatkan penerimaan negara serta mengelola belanja negara secara efisien guna mendukung pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut. Semoga dengan langkah-langkah yang tepat, Provinsi Kalimantan Timur dapat mengatasi tantangan yang dihadapi dan menuju ke arah yang lebih baik.