Gabungan Antara PLTS dan PHES Bisa Menjadi Solusi Pasokan Listrik Nasional Secara Berkelanjutan
Gabungan atau sistem hibrida antara pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dan penyimpanan energi hidro pompa (PHES) disebut menjadi solusi untuk memastikan pasokan energi listrik nasional yang berkelanjutan. Hal ini disampaikan oleh Andhika Prastawa, Perekayasa Ahli Utama dari Pusat Riset Konversi dan Konservasi Energi (PRKKE) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dalam sebuah diskusi di Hotel Santika, Bogor, pada Kamis (22/8/2024).
PHES pada dasarnya adalah pembangkit listrik tenaga air (PLTA) yang menggunakan pompa untuk mengalirkan air dari bawah ke bendungan. Air yang ditampung di bendungan ini kemudian dimanfaatkan untuk menghasilkan listrik dalam sistem PLTA. Dalam sistem hibrida ini, energi listrik yang dihasilkan dari PLTS dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan pada siang hari, sedangkan PHES dapat beroperasi untuk melayani kebutuhan pada malam hari atau saat PLTS tidak menghasilkan listrik.
Andhika menjelaskan bahwa desain sistem hibrida ini memerlukan perhitungan yang cermat agar kedua sumber energi tersebut dapat bekerja secara optimal dan saling melengkapi. Hal ini akan mengurangi masalah intermitensi dan memastikan ketersediaan energi yang stabil. Pemanfaatan energi dari PHES memiliki potensi besar, dengan sekitar 26.000 lokasi sungai di Indonesia yang belum dimanfaatkan dan potensi kapasitas penyimpanan energi mencapai 800 terawatt jam (TWh).
Namun, pengembangan teknologi hibrida PLTS-PHES di Indonesia masih menghadapi beberapa tantangan, seperti pemetaan potensi yang lebih konkret, pendanaan yang memadai, regulasi harga yang mendukung, serta dukungan logistik yang realistis. Studi awal dan teknis juga diperlukan untuk memastikan implementasi teknologi ini dapat berjalan dengan sukses. Kolaborasi erat antara pemerintah, industri, dan lembaga riset juga sangat penting untuk mewujudkan potensi besar energi terbarukan di Indonesia.
Upaya ini tidak hanya akan mengurangi ketergantungan pada energi fosil dan emisi gas rumah kaca, tetapi juga membantu Indonesia mencapai target energi bersih yang lebih ambisius di masa depan. Sektor energi nasional menjadi salah satu kontributor terbesar emisi gas rumah kaca, sehingga pengembangan teknologi energi terbarukan dan efisiensi energi sangat diperlukan.
Andhika juga menyoroti kesenjangan antara target dan realisasi bauran energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia. Potensi energi surya di Indonesia berkisar antara 47 GW hingga 500 GW, namun target kapasitas terpasang untuk energi surya masih jauh dari capaian yang diharapkan. Diperlukan tindakan segera untuk mengatasi kesenjangan ini dan mempercepat pengembangan energi terbarukan di Indonesia.
Dengan adanya sistem hibrida antara PLTS dan PHES, diharapkan Indonesia dapat memastikan pasokan energi listrik yang berkelanjutan, mengurangi dampak negatif sektor energi pada lingkungan, dan mencapai target energi bersih yang lebih ambisius di masa depan. Kolaborasi antara berbagai pihak juga akan menjadi kunci keberhasilan dalam mengembangkan energi terbarukan di Indonesia.