Indonesia Bisa Bikin Komponen, Apple Tidak Ada Alasan Tunda Investasi
Para ahli teknologi mengkritik Apple Inc. karena dianggap hanya mencari-cari alasan untuk tidak berinvestasi di Indonesia. Padahal, beberapa industri komponen telekomunikasi di Tanah Air diyakini mampu memenuhi kebutuhan produk perusahaan tersebut. Direktur Eksekutif ICT Institute, Heru Sutadi, menyatakan bahwa Apple sebenarnya memiliki kesempatan besar untuk menggunakan sumber daya lokal guna membangun rantai pasok produk Apple secara global. Menurutnya, alasan Apple untuk tidak membuka pabrik di Indonesia hanyalah sebuah dalih belaka. Rantai pasok bisa terbentuk jika ada kebutuhan dan supplier yang siap memenuhinya.
Heru menunjuk sejumlah industri di Batam yang sudah mampu menjadi penyedia komponen elektronik. Menurutnya, Apple bisa saja berinvestasi di Indonesia dan menyesuaikan diri dengan kebutuhan pabrikannya. Dia juga menyoroti fakta bahwa Apple telah sukses mengoptimalkan pasar Indonesia, menghasilkan pendapatan sebesar Rp30 triliun lebih pada tahun 2023 dengan penjualan sebanyak 2,17 juta unit. Namun, ironisnya, Apple justru lebih memilih Vietnam sebagai tujuan investasinya.
Dalam konteks ini, keputusan pemerintah untuk memblokir penjualan iPhone 16 dari Apple merupakan langkah yang tepat. Indonesia harus menunjukkan sikap tegas bahwa jika Apple tidak mau berinvestasi, maka mereka tidak akan diizinkan berjualan di sini. Heru menegaskan bahwa pendapatan Apple di Indonesia jauh lebih besar daripada investasinya di Vietnam, sehingga keputusan pemerintah patut didukung.
Langkah ini juga sejalan dengan aturan yang ditetapkan bagi produsen HKT asing untuk mematuhi syarat pemenuhan TKDN. Meskipun Apple enggan berinvestasi di Indonesia, negara ini memiliki potensi untuk memproduksi komponen teknologi yang dibutuhkan perusahaan tersebut. Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, mengungkapkan bahwa ada 17 perusahaan dalam negeri yang dapat memproduksi 6 komponen produk teknologi milik Apple Inc. Meskipun baru satu perusahaan yang terlibat dalam rantai pasok produksi Apple di dunia, namun potensi lainnya masih belum tergali sepenuhnya.
Kesimpulannya, Indonesia sebenarnya tidak akan merugi jika Apple memutuskan untuk tidak berjualan di sini. Pemerintah telah memberikan berbagai insentif dan keringanan syarat pemenuhan TKDN, namun Apple tetap enggan. Hal ini dianggap tidak adil terhadap pemain lain di industri ini. Dengan potensi produksi komponen teknologi yang dimiliki Indonesia, seharusnya Apple bisa melihat peluang besar untuk berinvestasi di sini. Semoga kedepannya, Apple dapat mempertimbangkan kembali keputusannya dan memberikan kontribusi positif bagi industri teknologi di Indonesia.