KPU vs Hasyim Asyari: Siapa yang Memegang Kendali?

Profesionalisme dan integritas Komisi Pemilihan Umum (KPU) masih dianggap sebatas ilusi oleh masyarakat, terutama setelah pemecatan Hasyim Asyari sebagai Ketua dan Anggota KPU periode 2022-2027. Efriza, seorang Dosen Ilmu Pemerintahan dari Universitas Pamulang (Unpam), mengamati bahwa KPU masih terlihat terbayangi oleh sosok Hasyim Asyari, meskipun Mochammad Afifuddin sudah ditunjuk sebagai Ketua KPU yang definitif.

“Dengan pemecatan Hasyim oleh DKPP, seharusnya KPU merespons kekhawatiran masyarakat bahwa Hasyim masih memiliki pengaruh tidak langsung terhadap enam anggota KPU yang tersisa,” ujar Efriza kepada RMOL pada Jumat (2/8). Menurut Efriza, setelah pemecatan Hasyim karena skandal yang melibatkan seorang perempuan dari Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN), banyak catatan negatif muncul dari berbagai pihak, termasuk DPR.

Efriza menyebutkan bahwa temuan DPR terkait tata kelola keuangan KPU yang buruk, yang diduga digunakan untuk kepentingan pribadi komisioner seperti penyediaan mobil dinas mewah, penggunaan pesawat jet, dan layanan hiburan malam, merupakan bentuk penyimpangan dalam pengelolaan anggaran negara. Oleh karena itu, Efriza berpendapat bahwa KPU harus berusaha memperbaiki citra buruk yang melekat padanya, terutama saat kepemimpinan Hasyim Asyari.

Menurut pengamat politik Citra Institute tersebut, KPU harus bersikap terbuka, transparan, dan aktif berkomunikasi dengan publik untuk mendapatkan kembali kepercayaan masyarakat. Dengan tetap diam dan minim berkomunikasi, KPU justru dapat menimbulkan opini negatif dari masyarakat terhadap kinerjanya, terutama terkait dengan pengaruh Hasyim pasca pemecatannya dan respon para anggota KPU terhadap gangguan yang mungkin dihadapi dari pemerintah.

Efriza juga menekankan pentingnya KPU untuk menjaga independensinya dari kepentingan politik tertentu, terutama dalam menyikapi proses Pilkada Serentak 2024 yang sedang berlangsung. Dengan memberikan gambaran yang jelas dan transparan tentang kinerja dan keputusan yang diambil, KPU dapat membangun kembali kepercayaan publik yang telah terkikis selama ini.

Dalam upaya memperbaiki citra dan kinerja KPU, Efriza menyarankan agar para komisioner aktif terlibat dalam dialog dengan masyarakat, memberikan penjelasan yang komprehensif tentang tindakan yang diambil, dan memastikan bahwa setiap keputusan yang diambil didasarkan pada prinsip-prinsip integritas dan keadilan. Hanya dengan cara ini, KPU dapat membuktikan bahwa mereka benar-benar berkomitmen untuk menjalankan tugasnya dengan profesionalisme dan integritas yang tinggi.

Sebagai lembaga yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan pemilihan umum, KPU harus mampu memberikan contoh yang baik bagi masyarakat dan menegakkan standar etika yang tinggi dalam setiap langkah yang diambil. Dengan demikian, masyarakat akan kembali mempercayai KPU sebagai lembaga yang netral, adil, dan transparan dalam menjalankan tugasnya demi kepentingan demokrasi dan keadilan bagi semua warga negara.

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *