Ray Rangkuti Soroti Debat Pilkada 2024 Telah Mengalami Penurunan Kualitas
Pengamat Politik Ray Rangkuti menilai bahwa kualitas debat di Pilkada 2024 telah mengalami penurunan. Hal ini dia ungkapkan saat menghadiri sebuah diskusi Pilkada di Cibinong, Kabupaten Bogor, Senin (18/11/2024). Ray yang hadir mengenakan peci hitamnya ini menyayangkan terkait hal ini. “Saya kira debat ini sudah mulai mengarah ke yang sangat tidak diharapkan,” kata Ray Rangkuti.
Dia mengaku bahwa dirinya kerap terlibat dalam agenda debat ini sebagai moderator, panelis, perumus hingga komentator. Menurutnya di 2024 ini kali pertama dia melihat kualitas debat antar calon kepala daerah yang menurun. Permasalahannya diantaranya ada di beberapa daerah paslon yang tidak hadir salah satunya hingga malah keduanya sama sekali tidak hadir saat debat.
Kemudian program-program yang ditawarkan serentak sama dengan paslon lawan yang marak dengan embel-embel serba gratis. Ada pula saat debat, paslonnya tidak menyanggah ide lawannya. “Yang apapun yang disampaikan oleh lawan debatnya, diiyain, oh itu bagus, oh itu bagus,” kata dia. Padahal menurutnya, jika debat ini dilakukan dengan baik oleh paslon, ini bisa menjadi salah satu acuan menaikan elektabilitas paslon tersebut.
Hal yang disayangkan lainnya, kata Ray, debat ini kini berubah menjadi ajang pamor pendukung. “Jadi pendukungnya dibanyak-banyakin. Meskipun sudah diatur yang boleh masuk (lokasi debat) berapa orang, tapi di luarnya banyak sekali,” katanya. “Yel-yel saling sahut menyahut. Kencang sekali, bahkan pernyataan paslonnya tak terdengar. Di beberapa tempat lebih dari sekedar yel-yel dukungan kepada paslon, tapi mengarah kepada caci maki kepada paslon lain,” sambung Ray.
Sehingga, lanjut dia, hal ini memicu kericuhan bahkan bentrok antar pendukung, yang mana menurut catatannya ada lebih dari 20 kasus kericuhan saat debat di beberapa daerah. Sehingga di beberapa daerah ini, seperti tidak lagi menggunakan ajang debat untuk menyampaikan visi misi mereka kepada masyarakat. “Oleh karena itu debat jadi ajang keriuhan. Sebetulnya sangat disayangkan, karena semestinya forum ini dengan leluasa orang mendengar visi misi mereka,” katanya.
“Dia juga menambahkan bahwa debat seharusnya menjadi wadah bagi para calon kepala daerah untuk mempresentasikan gagasan dan program kerja mereka kepada masyarakat. Namun, sayangnya hal ini tidak dimaksimalkan oleh para paslon, yang justru lebih fokus pada membawa massa sebanyak-banyaknya ke lokasi debat.
Ray juga menyoroti bahwa nuansa teriakan keras dari pendukung paslon membuat suasana debat menjadi kacau dan tidak kondusif. “Mereka sepertinya lebih tertarik pada berteriak dan menciptakan kekacauan daripada mendengarkan argumentasi dan pemikiran dari setiap paslon,” tandasnya.
Untuk itu, Ray berharap agar para calon kepala daerah dapat kembali memprioritaskan substansi debat dan memberikan ruang yang cukup bagi masyarakat untuk mendengarkan visi misi mereka secara jelas dan terperinci. “Debat harus menjadi ajang untuk berdiskusi dan bertukar pendapat secara sehat, bukan sekadar ajang untuk mencari popularitas dan dukungan massa semata,” tutup Ray.