Pakar Ingatkan Politik Uang Digital di Pilkada 2024
Dengan semakin majunya teknologi, modus politik uang melalui transfer ke rekening calon pemilih berpotensi terjadi pada pilkada 2024 ini. Menurut Pengamat Politik Universitas Brawijaya, Wawan Sobari, model baru praktik politik uang bisa terjadi dalam Pilkada 2024 ini. Namun, risiko yang harus ditanggung oleh calon atau pemberi akan lebih besar karena meninggalkan jejak digital.
“Dengan metode itu sebenarnya kan bisa ditangkap layar untuk dilaporkan. Artinya justru merugikan bagi calon atau pihak pemberi,” ungkapnya. Para pemberi juga menggunakan siasat seperti menggunakan jasa fintech agar sulit dilacak oleh PPATK apabila perusahaan fintech itu dari pihak swasta.
Lebih kompleks lagi jika praktik politik uang itu tidak melalui calon secara langsung, melainkan melalui pihak ketiga yang terkesan netral. Modus lain politik uang yang patut diwaspadai adalah pemberian voucer belanja atau pulsa. Oleh karena itu, Bawaslu dan penegak hukum perlu meningkatkan pengawasan lebih ketat dalam mengawasi praktik politik uang dalam Pilkada 2024 ini.
Wawan berharap Bawaslu bekerja sama dengan perusahaan fintech untuk mengawasi potensi tersebut. Namun, perlu ada aturan turunannya terkait hal ini. Pendidikan politik dan sosialisasi anti politik uang juga perlu digalakkan untuk memberi kesadaran kepada masyarakat agar memilih calon pemimpin yang berintegritas dan menolak politik uang.
Bawaslu memiliki program pengawasan partisipatif yang melibatkan masyarakat untuk melakukan pemantauan pelanggaran pemilu, ini merupakan terobosan yang bagus untuk meminimalisir pelanggaran pemilu secara umum. Semua pihak, termasuk pemerintah dan wakil rakyat, perlu memperhatikan hal ini demi menjaga integritas dalam pelaksanaan Pilkada 2024.