Jangan Ketinggalan! Cara Tertib Pajak jika Kantormu di Indonesia
Sektor pariwisata Indonesia mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan yang menggembirakan. Menurut data BPS pada bulan Februari 2024, jumlah turis mancanegara yang berkunjung ke Indonesia pada bulan Desember 2023 mencapai 1,14 juta orang, sementara jumlah wisatawan lokal mencapai angka 60,3 juta orang. Meski begitu, masih terdapat beberapa persoalan yang perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah.
Menurut Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, pungutan pajak dari agen perjalanan daring (OTA) asing seharusnya disetorkan ke kas negara. Hal ini menjadi penting karena model bisnis online travel agent (OTA) mulai tumbuh pesat di Indonesia, namun tata kelola perpajakan belum sepenuhnya tertata dengan baik, terutama dalam hal kewajiban pembayaran pajak oleh OTA asing yang diduga tidak patuh.
Nailul menyarankan agar pemerintah dapat mengoptimalkan pengenaan pajak kepada OTA asing dengan memastikan bahwa mereka memiliki badan usaha tetap (BUT) di Indonesia. Dengan demikian, PPN yang dipungut dari OTA asing dapat dikreditkan untuk mengurangi pajak yang harus disetorkan ke kas negara. Selain itu, Nailul juga menekankan pentingnya penyetoran pajak dari OTA asing harus diawasi secara ketat, termasuk dengan dokumen tercatat yang jelas.
Selain itu, Nailul juga menyarankan agar OTA asing wajib mendirikan kantor perwakilan di Indonesia. Hal ini tidak hanya akan memudahkan konsumen dalam bertransaksi dan menangani masalah reservasi, tetapi juga akan mempermudah petugas pajak dalam melakukan validasi data perpajakan. Dengan adanya kantor perwakilan di Indonesia, proses validasi data perpajakan dapat dilakukan dengan lebih efisien dan akurat.
Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) juga telah mengutarakan keprihatinannya terkait pembebanan pungutan pajak dari OTA asing kepada pihak hotel. Hal ini tentu saja menjadi beban tambahan bagi industri pariwisata yang sedang berusaha pulih dari dampak pandemi. Menurut Sekretaris Jenderal PHRI, Maulana Yusran, potensi pajak dari transaksi OTA asing sebenarnya sangat besar, namun kerugian akibat pembebanan pajak komisi juga tidak bisa diabaikan.
Dengan adanya kerjasama antara pemerintah, PHRI, dan para pelaku industri pariwisata, diharapkan persoalan terkait penertiban OTA asing dapat diselesaikan dengan baik. Pemerintah perlu mengawasi dengan ketat penyetoran pajak dari OTA asing, serta mendorong mereka untuk mematuhi aturan pajak yang berlaku di Indonesia. Dengan demikian, sektor pariwisata Indonesia dapat terus berkembang dan memberikan kontribusi yang positif bagi perekonomian negara.